Tiga Waktu Shalat

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan manusia untuk menegakkan shalat lima kali sehari semalam. Shalat wajib yang lima itu terbagi ke dalam tiga waktu shalat. Pembagian ini sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an.

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). [QS. Al-Isra’: 78]

Ayat di atas adalah dasar bagi pembagian waktu shalat menjadi tiga, yaitu waktu siang, waktu malam, dan waktu fajar.

Waktu shalat siang dihitung sejak tergelincirnya matahari hingga saat terbenamnya. Ini adalah waktu untuk shalat dhuhur dan ashar.

Waktu shalat malam dihitung sejak terbenamnya matahari hingga menjelang terbitnya fajar shidiq. Ini adalah waktu untuk shalat maghrib dan isyak.

Waktu shalat fajar dihitung sejak terbitnya fajar shidiq hingga terbitnya matahari. Ini adalah waktu shalat subuh.

Tentang Shalat Jama’

Bagi mushafir, dua shalat wajib yang berada di dalam satu waktu shalat dapat dijama’ (digabungkan pelaksanaannya). Yaitu, shalat dhuhur dan ashar di waktu shalat siang, serta shalat maghrib dan isya’ di waktu shalat malam.

Seorang mushafir diperbolehkan melakukan shalat dhuhur dan ashar di seluruh waktu siang. Yaitu sejak tergelincirnya matahari hingga menjelang terbenamnya.

Sebaliknya, tidak diperbolehkan menjama’ shalat yang tidak berada dalam waktu yang sama walaupun berurutan. Shalat ashar dan maghrib memang berurutan. Tetapi karena berada di waktu shalat yang berbeda, maka keduanya tidak boleh dijama’.

Tentang Waktu Suci

Bagaimana dengan wanita yang suci dari haid ketika telah masuk waktu shalat isya’? Apakah dia wajib menegakkan shalat maghrib dan isya’ atau cukup shalat isya’ saja?

Pertanyaan senada dapat diajukan jika dia suci ketika telah masuk waktu shalat ashar.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa wanita itu tetap berkewajiban untuk menegakkan kedua shalat yang ada di waktu shalat tersebut.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin berpendapat bahwa wanita itu cukup menegakkan shalat isya’ (atau ashar) saja.

Kedua pendapat di atas memiliki argumen masing-masing. Bila mendapat kelapangan, saya lebih cenderung kepada pendapat pertama.

Sumber gambar : Koleksi Pribadi

Leave a comment